Muktamar Visi Ukhuwah

Muktamar NU ke-34 yang mulai digelar hari ini telah me-riuh-kan media masa media mainstream, dan online) selama sebulan. Sekaligus menjadi pertanda pengharapan terwujudnya tatanan ukhuwah basyariyah (persaudaraan global sedunia). Serta tatanan ukhuwah wathaniyah (konsep kerukunan kebangsaan) di masing-masing negara. Terutama di negara dengan penduduk muslim mayoritas yang kerap dilanda konflik (dan perang saudara).

Muktamar mulai digelar di pesantren Darussa’adah, (dan UIN Raden Intan), Lampung Tengah (propinsi Lampung). Tema “Menuju Satu Abad NU: Membangun Kemandirian Warga untuk Perdamaian Dunia,” menjadi visi dakwah Nahdlatul Ualama (NU) di seluruh dunia. Saat ini kepengurusan NU tersebar di 137 negara. Kepengurusan di tiap negara “disetarakan” dengan tingkat Cabang (tingkat kabupaten dan kota).

Pengurus Cabang Istimewa (internasional) NU, antaralain terdapat di Amerika Serikat, Arab Saudi, Afganistan, Inggirs, Jerman, Perancis, dan Palestina/Israel. Juga terdapat di Korea Selatan, dan Korea Utara. Tetapi tidak terdapat PCI-NU di Rusia, dan China. Sehingga dakwah NU tentang konsep Islam Rahmatan lil Alamin (melalui paham ukhuwah basyariyah) bisa dikumandangkan di seluruh dunia. Termasuk di Afganistan, yang bertekad menjadikan konsep NU sebagai “mentor” perdamaian.

NU didirikan di Surabaya, dengan statuta tahun 1926 sebagai jam’iyah diniyah (perkumpulan keagamaan). Tetapi NU niscaya memiliki hak politik dan berpolitik. Namun seyogianya (dengan kontrol ulama jajaran syuriyah), NU dapat menjamin kedamaian negara kesatuan RI melalui prinsip ukhuwah wathaniyah (kerukunan nasional). Sudah dibuktikan dengan penerimaan dasar negara, Pancsila telah final, sejak tahun 1984.

Sebagai penjamin ukhuwah wathaniyah, niscaya diperlukan kukuhnya sikap rahmatan lil ‘alamin, yang nyata, bukan sekadar lips service. NU mesti menjadi garda terdepan egalitarian. Bukan hanya melindungi keamanan kalangan minoritas. Melainkan juga menjaga martabat (dan ke-rela-an) kalangan mayoritas. Equi-distance yang digagas pada muktamar ke-27 (tahun 1984) di Situbondo, mesti dilaksanakan istiqomah pada berbagai sendi kehidupan (sosial, politik, ekonomi dan budaya).

Sepanjang sebagai penjamin, NU telah memiliki bekal dogma sosial bersendi teologis. Yakni bekal kebiasaan bahtsul masail (menimbang bahas permasalahan) melalui prinsip al-kulliyatul khams, melalui lima prinsip universal (hak asasi). Inilah yang meng-konstruksi NU menjadi moderat, toleran dan terbuka (terhadap pembaruan). Lima prinsip itu adalah, jaminan kebebasan beragama (hifdzil din), serta jaminan keselamatan jiwa (hifdzil nafs).

Selain itu juga menjamin keamanan generasi penerus dan profesi (hifdzil nasl wal irdl), kebebasan berpendapat dan berserikat (hifdzil aql), serta keamanan terhadap aset rakyat (hifdzil mal). Kelima prinsip universal, memang bukan domain NU, melainkan domain negara. Tetapi dalam gerakan dakwah sosial, NU wajib mendorong penyelenggara negara. Serta mempersiapkan kondisi sosial untuk bersama-sama melaksanakan kulliyatul khams.

Berdasar telaah sejarah ke-negara-an Islam zaman Rasulullah SAW dan empat khalifah penerusnya, tidak pernah menggunakan kata “Islam” maupun “AlQuran.” Misalnya dalam Piagam Madinah (yang memuat 47 pasal), walau Islam mayoritas dengan kepemimpinan Rasulullah SAW pula, yang digunakan adalah istilah “Shahifah Madinah.” Bukan dengan istilah shahifah daulah Islamiyah.

Tetapi yang mesti diwaspadai oleh ulama NU, adalah menguatnya “syahwat politik” kader nahdliyin yang tidak ingin disapih. Ini bisa membawa jam’iah NU masuk dalam kubangan politik partisan. Bukan pelaku politik rahmatan lil ‘alamin, yang mengayomi semua golongan. Nahdliyin (potensial), boleh menjadi anggota DPR, maupun DPRD. Juga boleh didorong menjadi Presiden, Kepala Daerah, dan menteri.

Saat ini telah banyak kader kompeten dan potensial NU, berprofesi di berbagai bidang, termasuk di ke-tentara-an, dan birokrasi.

——— 000 ———

Rate this article!
Muktamar Visi Ukhuwah,5 / 5 ( 1votes )
Tags: