Pembentukan Pansel KPID, Komisi A Terpecah

DPRD JatimDPRD Jatim,Bhirawa
Surat Keputusan (SK) terkait pembentukan dan penetapan Panitia Seleksi (Pansel) Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur dinilai cacat hukum. Mengingat pembentukan Pansel tersebut menyalahi aturan yang ada.
Anggota Komisi A DPRD Jatim, Fatchullah Mengatakan, dalam Undang-Undang 32/2002 tentang Penyiaran, dan Peraturan KPI 1/2014 disebutkan bahwa pembentukan Pansel dilakukan oleh DPRD provinsi, kalau di pusat dibentuk oleh DPR RI. Sementara yang ada sekarang ini, justru Pansel dibentuk oleh Pemprov Jatim, dan ini jelas melanggar hukum dan cacat hukum.
“Coba anda lihat yang terjadi saat ini, KPID sudah bekerja dibentuk oleh Pemprov dengan SK gubernur dan itu jelas menyalahi aturan yang ada. Karena yang mempunyai wewenang adalah kita (DPR atau DPRD). Maka SK tersebut cacat hukum,” tegas Politisi dari fraksi PKB ini, Minggu (17/7).
Menurut politisi asal Dapil Jatim V, Malang ini pansel yang dibentuk harus berasal dari unsur akademisi, ormas seperti NU atau Muhamadiyah, dan mewakili tokoh masyarakat. Komisioner KPID yang lama bisa menyetorkan nama calon pansel ke DPRD untuk selanjutnya diseleksi oleh legislatif.
“Kalau pansel yang bentuk pemprov belum tentu mewakili unsur yang diamanatkan dalam undang-undang atau tidak,” ujarnya.
Fatchullah menegaskan, Tak hanya itu saja, politisi asal PKB tersebut menilai pendaftaran calon komisioner KPID atas nama pribadi juga menyalahi aturan. Calon komisioner yang mendaftar harus mewakili lembaga, masyarakat, atau ormas.
“Komisi A meminta agar pansel untuk sementara menghentikan rekrutmen calon komisioner KPID. Dewan tidak menginginkan terjadi permasalahan di kemudian hari, karena rekrutmennya sudah menyalahi aturan. Tidak hanya itu pansel KPID pun harus dibubarkan karena proses pembentukannya sudah menyalahi aturan, jangan sampai proses yang sudah menyalahi aturan ini dilanjutkan, imbas kedepannya akan sangat fatal,” tegasnya.
Terpisah, Ketua Komisi A DPRD Jatim, Freddy Poernomo menegaskan jika dalam UU 32/2014 hanya menyebutkan pansel (panitia seleksi) hanya bekerja sebatas soal administrasi. Sementara dewan nantinya melakukan Fit an propertes bagi mereka yang lolos proses administrasi dan tes tulis.
Artinya untuk proses rekrutmen merupakan hak dari provinsi yang memiliki anggaran ada. Disisi lain mereka yang kini dudul di panselmerupakan orang-orang profesional.
”Jadi tidak benar jika yang menyeleksi pansel harus dewan. Sesuai pengalaman yang dulu-dulu, pansel yang memilih pemprov lewat SE Gubernur, karena mereka yang memiliki anggaran. Sementara dewan hanya sekedar melakukan fit and propertes dan menentukan siapa yang lolos,”tegas politisi asal Partai Golkar ini. [cty]

Tags: