Urgensi Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi

Oleh :
Sutawi
Guru Besar Universitas Muhammadiyah Malang

Dunia saat ini memasuki fase keempat perjalanan revolusi industri yang disebut era Revolusi Industri 4.0. Revolusi Industri 4.0 merupakan transformasi komprehensif dari keseluruhan aspek produksi di industri melalui penggabungan teknologi digital dan internet dengan industri konvensional (Merkel, 2013).

Industri 4.0 merupakan fase lanjutan dalam digitalisasi sektor manufaktur, yang didorong oleh empat disrupsi: peningkatan volume data, daya komputasi, dan konektivitas; munculnya kemampuan analitik dan kecerdasan bisnis; bentuk baru interaksi manusia-mesin; dan peningkatan dalam mentransfer instruksi digital ke dunia fisik (Baur and Wee, 2015).

Ada delapan komponen yang mendasari pengembangan Industri 4.0, yaitu Cyber Physical System (CPS), Internet of Things (IoT), Smart Factory, Internet of Services (IoS), Smart Product, Machine to Machine (M2M), Big Data, dan Cloud (Hermann et al., 2015).

Revolusi Industri 4.0 telah menimbulkan disrupsi di berbagai sektor yang terus mengubah secara drastis kehidupan manusia. Dalam menghadapi disrupsi kehidupan pada era Revolusi Industri 4.0 ini diperlukan sebuah konsep tatanan masyarakat berbasis teknologi informasi yang disebut Society 5.0 atau SuperSmart Society (Skobelev and Borovik, 2017). Society 5.0 bermaksud mewujudkan masyarakat baru kelima dengan memanfaatkan inovasi dan transformasi digital dalam berbagai aspek kehidupan. Berdasarkan riset World Economic Forum (WEF) 2020, terdapat 10 kemampuan utama yang paling dibutuhkan untuk menghadapi era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0, yaitu bisa memecahkan masalah yang komplek, berpikir kritis, kreatif, kemampuan memanajemen manusia, berkoordinasi dengan orang lain, kecerdasan emosional, kemampuan menilai dan mengambil keputusan, berorientasi mengedepankan pelayanan, kemampuan negosiasi, serta fleksibilitas kognitif.

Dalam upaya memenuhi tuntutan era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 serta perkembangan zaman selanjutnya, perguruan tinggi di Indonesia dituntut melakukan revolusi dan reorientasi di berbagai aspek mengingat kualitasnya yang relatif tertinggal di antara perguruan tinggi di dunia.

Pangkalan Data Pendidikan Tinggi/PDDikti (2023) mencatat terdapat 4.539 perguruan tinggi (PT) di Indonesia. Di antara ribuan PT tersebut, hanya 4 (empat) PT atau 0,088 persen yang mampu masuk dalam 500 PT terbaik dunia versi QS World University Rankings 2022, yaitu UGM (254), UI (290), ITB (303), dan Unair (465). PT lainnya yang berhasil masuk dalam 1.000-an besar universitas terbaik dunia adalah IPB (511-520), ITS (751-800), Unpad (801-1000), Binus (1001-1200), Undip (1001-1200), Telkom University (1001-1200), UB (1001-1200), Unhas (1001-1200), Unand (1200+), UMS (1201+), UNS (1201+), dan USU (1201+). Total terdapat hanya 16 atau 0,35 persen PT di Indonesia masuk dalam QS WUR 2022, masing-masing 13 PTN dan 3 PTS. QS WUR menggunakan metodologi pemeringkatan berdasarkan pada 6 (enam) aspek, yaitu Academic Reputation, Employer Reputation, Faculty Student Ratio, Citations per Faculty, International Faculty Ratio, dan International Students Ratio. Fenomena ini membuktikan bahwa hampir semua PT di Indonesia memiliki kualitas pengelolaan yang buruk pada keenam aspek yang ditetapkan QS WUR.

Kualitas PT yang rendah berdampak terhadap rendahnya kualitas dan daya saing Indonesia di kancah persaingan regional maupun global. Pertama, IPM Indonesia tahun 2022 mencapai skor 72,91. Skor tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat 130 dari 199 negara di dunia dan peringkat keenam di ASEAN di bawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Philippina. IPM menjadi salah satu tolok ukur kesejahteraan masyarakat di suatu negara secara komprehensif yang melibatkan 3 (tiga) dimensi, yaitu pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Kedua, PDB per kapita Indonesia tahun 2022 mencapai Rp71,0 juta (setara US$4.783,9) dan menempatkan Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah-atas (upper midle income country) menurut versi Bank Dunia. Dengan nilai tersebut, PDB per kapita Indonesia tersebut berada di posisi kelima di kawasan ASEAN di bawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia dan Thailand. Ketiga, daya saing Indonesia berada pada peringkat 44 dari 63 negara dalam World Competitiveness Yearbook 2022.

Pemerintah berupaya meningkatkan kualitas seluruh PT di Indonesia melalui Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME) atau yang lebih dikenal dengan Akreditasi. Akreditasi merupakan salah satu bentuk penilaian (evaluasi) kelayakan dan mutu perguruan tinggi yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), sedangkan akreditasi program studi sebagai bentuk akuntabilitas publik dilakukan oleh Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM).

Mutu perguruan tinggi merupakan totalitas keadaan dan karakteristik masukan, proses dan produk atau layanan perguruan tinggi yang diukur dari sejumlah standar sebagai tolok ukur penilaian untuk menentukan dan mencerminkan mutu perguruan tinggi. Sebagai hasil, akreditasi merupakan status mutu perguruan tinggi yang diumumkan kepada masyarakat.

Proses akreditasi PT menggunakan 9 (sembilan) kriteria/standar berdasarkan Peraturan BAN-PT No. 3 Tahun 2019 tentang Instrumen Akreditasi Perguruan Tinggi (IAPT 3.0) menghasilkan status akreditasi dan peringkat terakreditasi. Status akreditasi PT terdiri Terakreditasi dan Tidak Terakreditasi, sedangkan peringkat terakreditasi PT terdiri terakreditasi Baik, Baik Sekali, dan Unggul. Makna peringkat terakreditasi Baik adalah memenuhi Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti), terakreditasi Baik Sekali dan terakreditasi Unggul adalah melampaui SN Dikti. Tingkat pelampauan untuk mencapai peringkat terakreditasi Baik Sekali ditetapkan berdasarkan hasil interaksi antarkriteria yang membawa PT pada pencapaian daya saing di tingkat nasional, sedang pelampauan untuk mencapai peringkat terakreditasi Unggul ditetapkan berdasarkan hasil interaksi antarkriteria yang membawa PT pada pencapaian daya saing di tingkat internasional. BAN-PT (2023) melaporkan terdapat 1.810 PT (59,25 persen) terakreditasi Baik, 208 PT (6,81 persen) terakreditasi Baik Sekali, dan hanya 56 PT (1,83 persen) dari 3.055 PT yang terdaftar di BAN-PT dengan status akreditasi Unggul.

Dalam upaya menambah kuantitas PT terakreditasi Unggul yang berdaya saing internasional, maka harus dirumuskan strategi peningkatan kualitas PT dengan mempertimbangkan rata-rata capaian skor standar Akreditasi Perguruan Tinggi (APT). BAN-PT (2023) melaporkan bahwa sebagian besar PT telah memenuhi dan melampaui SN Dikti (skor = 2) pada 6 (enam) standar, yaitu Standar 1 (Visi, Misi, Tujuan dan Strategi), Standar 2 (Tata Pamong, Tata Kelola dan Kerjasama), Standar 3 (Mahasiswa), Standar 4 (Sumber Daya Manusia), Standar 5 (Keuangan, Sarana dan Prasarana), dan Standar 9 (Luaran dan Capaian Tridarma). Tiga standar lainnya, yaitu Standar 6 (Pendidikan), Standar 7 (Penelitian), dan Standar 8 (Pengabdian kepada Masyarakat), belum memenuhi SN Dikti (skor <2). Jika ditinjau pada sisi PT penyelenggara, sebagian besar PTS belum memenuhi Standar 6, Standar 7, dan Standar 8. Oleh karena itu, strategi peningkatan kualitas PT melalui peningkatan akreditasi harus diprioritaskan pada peningkatan skor Standar 6, Standar 7, dan Standar 8, terutama di PTS. ----------- *** ------------

Tags: