KPK (Tetap) Giat OTT

Dewan Pengawas (Dewas) telah menyatakan Ketua (non-aktif) Komisi Pemberantasan Korupsi, melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik, dan pedoman perilaku. Bahkan Ketua KPK (non-aktif) Firli Bahuri sekaligus telah menjadi tersangka dalam penyidikan Polda Metro Jaya. Firli, sudah mengundurkan diri. Sehingga pimpinan (Komisioner) KPK tidak utuh lagi (tinggal 4 orang), tetapi Operasi Tangkap Tangan (OTT) tetap dilakukan.

Bagai “tutup” kegiatan akhir tahun 2023, KPK meng-OTT Gubernur Maluku Utara, bersama 18 orang lainnya. Walau telah kehilangan pucuk pimpinan, KPK (secara kolektif kolegial) harus tetap menjamin seluruh kasus akan berjalan sesuai jadwal. Termasuk rencana OTT tidak mengendur. Tetapi ironis, karena Dewas KPK juga sedang “meng-OTT” Ketua KPK (status non-aktif) dalam kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Vonis Dewas KPK inharen dengan Polda Metro.

Dalam kasus pertemuan (pemerasan) dengan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Dewas memvonis Firli melanggar Peraturan Dewas KPK Nomor 3 Tahun 2021. Sedangkan sebagai tersangka di Polda Metro, didakwa sesuai dengan pasal 12e, 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ironis, seluruh pesakitan KPK selalu melanggar pasal yang sama. Termasuk yang di-sangka-kan kepada Gubernur Maluku Utara (Malut).

Abdul Ghani Kasuba (72 tahun), lulusan Universitas Madinah. Bergelar Lc, dan biasa tersemat gelar kehormatan KH (Kyai Haji). Menunjukkan keilmuan keagamaan yang memadai. Awalnya kader PKS sejak tapak awal karir politik (bersama keluarga besarnya, adik kandung, dan keponakan). Tetapi Abdul Ghani, tidak memperoleh “tiket” PKS pada Pilgub tahun 2018. Tiket Pilgub kedua maju Pulgub diperoleh dari PDI-P dan PKPI. Jadi lagi.

Selain Gubernur (Malut) KPK menetapkan enam tersangka lain. Yakni, Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman, Kepala Dinas PUPR, Kepala BPBD, dan ajudan Gubernur. Serta dua orang kalangan pengusaha swasta. Dugaan utama, Gubernur Malut, suka menerima suap dari berbagai pihak (bawahan dan swasta). Modunya sangat kuna, dengan menggunakan rekening ajudan. Kebiasaan buruk ini sangat meresahkan kalangan pemerintahan daerah di Malut.

Tiada proyek yang luput dari mens-rea (niat meminta suap) Gubernur Malut. Bahkan selalu turut menentukan kontraktor pemenang tender proyek. Antara lain yang utama, proyek infrastruktur jalan dan jembatan di Malut dengan nilai pagu lebih dari Rp 500 miliar. Bagai prinsip symbiose mutualisme, Gubernur Malut juga biasa merekayasa kinerja (proges) proyek. Seakan-akan proyek telah berjalan lebih dari 50%. Supaya pagu anggaran proyek segera cair. Gubernur juga segera pula memetik fee proyek.

KPK mesti seksama memeriksa hasil kekayaan Gubernur Malut. Karena sebagian digunakan untuk menikah lagi. Juga membeli rumah (lagi) di sekitar Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Sebagai penerima suap disangkakan melanggar UU Nomor 20 Tahun 2001 (Perubahan) Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Khususnya pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor.

UU Tipikor pada pasal 12B ayat (1), menyatakan, “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.” Hukumannya, berupa pidana penjara seumur hidup. Atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun. Juga denda pidana denda paling sedikit Rp 200 juta sampai Rp 1 milyar.

Nampaknya, segenap pejabat politik yang mengenyam jabatan selama beberapa periode semakin lihai mengatur korupsi. Hasilnya, selain memperkaya diri, bisa jadi, juga disetor ke partai politik.

——— 000 ———

Rate this article!
KPK (Tetap) Giat OTT,5 / 5 ( 1votes )
Tags: