Kurikulum Merdeka dan Kreativitas Guru

Oleh :
Dr Daroe Iswatiningsih
Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia ;
Kepala Lembaga Kebudayaan, Universitas Muhammadiyah Malang

Kurikulum Merdeka memberikan peluang dan tantangan bagi guru untuk berkembang meningkatkan profesionalitas. Guru profesional tidak selalu mereka yang sudah lama menjadi guru atau yang telah senior. Bagi guru-guru muda pun dapat menjadi guru profesional. Prinsip profesionalitas dalam UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen disebutkan sembilan aspek, bahwa guru atau dosen 1) sebagai penggilan jiwa, 2) berkomitmen meningkatkan mutu pendidikan, 3) kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas, 4) Kompetensi sesuai dengan bidang tugas, 5) bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas, 6) penghasilan sesuai prestasi kerja, 7) mengembangkan profesi sepanjang hayat, 8) dilindungi secara hukum, dan 9) memilki organisasi profesi. Keprofesionalan guru juga dapat diakui berdasarkan tanggung jawabnya sebagai pengajar dengan menguasai materi pembelajaran sekaligus sebagai pendidik, menguasai pedagogik.

Penguasaan materi pada bidang yang diajarkan menjadi penting dan syarat utama. Guru yang menguasai materi akan mudah menyampaikan bahan ajar secara tertata, sistematis dan memahami pola dalam mengatur tugas sesuai dengan karakteristik siswa. Hal ini secara tidak langsung guru telah memahami konsep pendekatan pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang bertolak dari pemahaman guru terhadap perbedaan kebutuhan belajar pada siswa. Dengan kata lain, siswa memiliki karakteristik berbeda satu dengan yang lain. Dengan pemahaman guru yang demikian, proses pembelajaran menjadi lebih efektif karena siswa lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Siswa menjadi lebih aktif, partisipatif dan produktif.

Saat ini pembelajaran tidak hanya membekali proses berpikir siswa dalam enam tataran, sebagaimana dalam Taxonomy Bloom, yakni pengetahuan, pemahaman, aplikasi, sintesis, analisis, dan evaluasi. Dimensi proses berpikir Taksonomi Bloom tersebut telah disempurnakan oleh Anderson & Krathwohl (2001), bahwa puncak dari berpikir siswa tidak lagi pada kemampuan mengevaluasi namun diikuti dengan kemampuan mencipta. Untuk itu, peran guru dalam memotivasi dan membangun sikap kreativitas pada siswa sangat diharapkan. Guru yang kreatif akan menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan, melibatkan siswa dalam pembelajaran, memberikan kesempatan siswa berpendapat, memberikan apresiasi dan motivasi pada karya siswa, mengajak siswa melakukan percobaan, serta menguasai teknologi.

Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka Belajar merupakan program Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam mengatasi krisis pembelajaran akibat pandemi Covid 19 yang berlangsung hampir tiga tahun lamanya. Kondisi ini menyebabkan learning loss dan meningkatnya kesenjangan pendidikan. Untuk itu, dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, guru diberi keleluasaan dan kemerdekaan dalam menciptakan iklim belajar yang kondusif, yang memungkinkan siswa belajar dengan nyaman, aman, dan senang serta hasil belajar memberikan kebermaknaan bagi siswa. Kurikulum merupakan sebuah proses, iklim, suasana dan budaya belajar yang diciptakan guru berdasarkan kebutuhan dan karakteristik siswa yang berbeda satu dengan yang lain.

Dengan memahami bahwa setiap anak tidak sama, maka seorang guru tidak memberlakukan pendekatan pembelajaran secara kolektif-klasikal dalam berbagai hal. Setiap anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrah. Hal ini sebagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara (2009) bahwa pendidikan dipahami sebagai tuntunan dalam hidup dan tumbuh kembang peserta didik. Maksudnya, pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak didik untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Dalam upaya menuntun, peran guru sebagai pendidik dan pengajar diberi kebebasan berpikir sehingga membentuk jiwa merdeka bagi siswa dalam mengeksplorasi pengetahuan dari lingkungan terdekatnya. Terdapat tiga esensi utama dalam Kurikulum Merdeka, yakni 1) pengembangan soft skills dan karakter, 2) fokus pada materi esensial, dan 3) pembelajaran yang fleksibel.

Pengembangan soft skill dan karakter telah menjadi syarat utama dalam penyelenggaraan pembelajaran saat ini. Dengan penguasaan materi yang baik, guru dapat melaksanakan pembelajaran dengan memanfaatkan strategi, media, bahan yang ajar yang membangun kecakapan dan keterampilan siswa, misalnya kelancaran presentasi, berpikir kritis, berpidato, kreatif, bertanggung jawab, disiplin, dan yang lain. Untuk mendukung keterampilan, kecakapan dan karakter siswa, maka guru dapat mengembangkan materi-materi penting (esensial) dan berkesinambungan pada jenjang selanjutnya. Dalam menguatkan pengetahuan dan kecakapan siswa, guru dapat melaksanakan pembelajaran secara fleksibel, misalnya belajar tidak harus di kelas, metode yang digunakan bervariasi, seperti observasi, diskusi, presentasi, eksperimen dengan pendekatan berbasis projek atau problem solving. Dengan demikian, esensi merdeka benar-benar dialami guru dan siswa.

Esensi Kreatif
Dalam pembelajaran abad 21, salah satu aspek yang ditekankan adalah kreatif dan inovatif. Mengapa kreativitas penting diciptakan dalam pembeajaran saat ini? Hal ini terkait dengan era globalisasi. Globalisasi identik dengan keterbukaan, kemajuan teknologi, era informasi, kehidupan semakin transparan dan dinamis. Demikian halnya dalam bidang pendidikan, banyak memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran. Guru dan siswa mudah mendapatkan sumber-sumber pengetahuan. Buku-buku di perpustakaan tidak lagi diminati siswa. Apapun dapat kita temukan di internet, mulai dari kebutuhan dapur, fashion, kesehatan, film, berita, wisata, transportasi, ekonomi, hukum, pemerintahan dan yang lain. Semua mudah ditemukan, tidak terkecuali hiburan dan game. Selanjutnya, bagaimana guru dan siswa mampu mendayagunakan berbagai informasi yang melimpah tersebut dalam pembelajaran yang kreatif dan produktif.

Produk kreatif menjadikan seseorang semakin dimudahkan dan disejahterakan. Saat ini kita banyak menikmati produk-produk kreatif yang berbasis teknologi/ digital. Sebaliknya, masyarakat yang kurang menguasai literasi dan etika berdigital mendapatkan musibah dan bencana. Dalam dunia pendidikan, teknologi banyak manfaat. Guru-guru menjadi lebih kreatif. Hal ini dicirikan dengan menguasai teknologi, berwawasan luas, produktif, berani mencoba/ eksperimen, menghargai ide, berusaha melahirkan sesuatu baru, kritis, reslistis dan fleksibel, serta tidak mudah putus asa. Guru yang kreatif memiliki strategi pembelajaran yang kreatif untuk memotivasi siswa kreatif dan inovatif. Hal ini dimulai dari yang sederhana, mudah, nyata dan terjangkau. Misalnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia, materi pantun, guru dan siswa secara spontan dan cepat dapat membuat pantun yang menarik. Guru yang kreatif akan mengumpulkan karya pantun siswa dan guru, selanjutnya dibukukan sesuai tema yang disepakati. Bentuk kreatif lain sebagai produk pembelajaran, yakni pembuatan video menarik bertema budaya masyarakat setempat. Adapun nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) menjadi muatan video yang dibuat, seperti kesenian tari, tradisi masyarakat, pengetahuan masyarakat, dan yang lain. Dengan demikian, siswa belajar berkolaborasi, berkomunikasi, bertanggung jawab, berpikir kritis, berani dan percaya diri.

Penerapan Kurikulum Merdeka janganlah menjadi momok bagi guru dan lembaga pendidikan. Namun demikian, peran sosialisasi serta penguatan kompetensi guru dalam pembelajaran penting dilakukan sebagai bentuk penyegaran keilmuan. Apresiasi terhadap guru-guru yang berprestasi dan berkontribusi dalam memajukan pendidikan dan mengantarkan anak didik yang unggul penting diberikan. Tiada hari tanpa kreativitas dalam Pendidikan dan pembelajaran.

———— *** ————-

Tags: