Lestarikan Hutan Kota

Revitalisasi kawasan Monas dengan menebang sebanyak 190 pohon tegakan (besar menjulang) bisa dianggap perusakan lingkungan. Dikhawatirkan bisa memperburuk kualitas udara Jakarta, yang pernah dinyatakan sebagai yang terburuk di dunia. Indonesia bisa dianggap abai terhadap Protokol Kyoto (1997) yang dikukuhkan dalam Konvensi Iklim di Bali (2007). Pohon tegakan, juga berfungsi sebagai “tanda” mitigasi dampak lingkungan perkotaan.
Jargon, “Boleh menebang pohon setelah menanam lebih banyak,” telah menjadi program kota-kota metropolitan di seluruh dunia. Menanam pohon dimanfaatkan sebagai mengurangi emisi gas buang (polusi udara yang dikeluarkan kendaraan bermotor). Terutama di kota-kota besar, dan tersibuk (lalulintas). Termasuk Jakarta, sebagai kota terbesar ke-empat di dunia, membutuhkan banyak pohon besar.
Siapa tak miris, kualitas udara pada langit ibukota (Jakarta) dinyatakan sebagai salahsatu yang terburuk di dunia? Penyedia data kualitas udara, AirVisual, mencatatkan ISPU (Indeks Standar Pencemaran Udara) mencapai 188. Sebelumnya (26 Juni 2019) malah mencapai 206, kategori tidak sehat. Namun sebenarnya, polusi udara di Jakarta telah dipahami, karena emisi gas buang semakin membubung. Kemacetan lalulintas, dan banyaknya kendaraan menjadi “biang” polusi udara.
Sebagai kota megapolitan (terbesar ke-empat) di dunia, Jakarta disesaki sebanyak 19 juta kendaraan bermotor. Angka ini tumbuh sebesar 5%. Komposisinya terdiri dari sepedamotor 49%, mobil 38%, dan angkutan umum 13%. Ironisnya, jumlah armada angkutan umum makin berkurang. Banyak bus, telah “dikandangkan,” karena kondisinya sangat buruk. Seluruh kendaraan niscaya mengeluarkan emisi gas buang.
Tetapi pertambahan jumlah kendaraan tidak diikuti penambahan jalan secara memadai, termasuk pembangunan jalan tol. Pertambahan jalan hanya sekitar 0,1% per-tahun, terasa tak cukup. Hal itu disebabkan penyediaan (dan pembebasan) lahan di Jakarta, tidak mudah, serta memerlukan biaya tinggi. Kemacetan sampai nyaris tak bergerak menjadi kelaziman kota-kota megapolitan dunia lainnya (Tokyo, Beijing, London, dan New York).
Penebangan sebanyak 190 pohon tegakan, konon sebagai dampak revitalisasi kawasan monumen nasional (Monas). Di seluruh sisi, utara, timur, selatan, dan barat kawasan Monas, menjadi area tersibuk lalulintas di dunia. Pemerintah propinsi DKI Jakarta berjanji mengganti kawasan “hutan” Monas bergeser ke arah parkir selatan Monas. Tetapi pasti, tidak mudah menanam sebanyak 190 pohon tegakan.
Di kawasan “hutan” Monas, terdapat beberapa pohon endemik dari berbagai daerah. Termasuk durian dari kabupaten Lahat. Bahkan dua tahun lalu, Gubernur Anies Baswedan, juga menanam pohon endemik Jakarta. Diantaranya, Dukuh Condet (Lansium Domesticum), Jambu Bol Harman (Syzgium Malaccense), dan Sukun (Artocarpus Artilis). Tidak mudah menumbuhkan pohon tegakan. Diperlukan waktu selama 15 sampai 24 tahun.
Sesuai UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah propinsi memiliki otonomi luas. Termasuk pengaturan tata ruang dan wilayah. Terbukti terdapat Peraturan Daerah (Perda) DKI tentang Rancangan Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Nomor 1 tahun 2012. Juga diterbitkan Perda DKI Nomor 1 tahun 2014 tentang Rancangan Detil Tata Ruang.
Tetapi revitalisasi kawasan Monas, sesungguhnya harus ditimbang dengan UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Serta UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Kawasan Monas, sebagian telah menjadi area hutan kota. Berfungsi sebagai resapan (catchment area) air, terutama kawasan paling strategis, dan terdekat istana negara. Jakarta, hingga kini masih selalu menjadi “langanan” banjir. Tak terkecuali di sekeliling Monas, sampai masuk kompleks istana negara.
Keterlanuran penebangan pohon pada kawasan Monas, menjadi pembelajaran setiap daerah. Bahwa pembangunan infrastruktur area publik wajib mempertimbangkan pelestarian lingkungan.
——— 000 ———

Rate this article!
Lestarikan Hutan Kota,5 / 5 ( 1votes )
Tags: