Lulusan Kampus Harus Siap Hadapi Era Disruption

Sebanyak 78 Mahasiswa Kekhususan Broadcasting, Jurnalistik dan Public Relations Stikosa-AWS telah diwisuda di Dyandra Convention Center, Sabtu (9/12) kemarin. [Gegeh Bagus Setiadi]

Surabaya, Bhirawa
Lulusan perguruan tinggi saat ini dinilai masih jauh dari kata siap bekerja. Namun pendidikan di perguruan tinggi tetap bisa menjadi bekal dasar. Itu berlaku pula bagi para wisudawan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa-AWS) yang dikukuhkan di Dyandra Convention Center, Sabtu (9/12) kemarin.
Ketua Yayasan Pendidikan Wartawan Jawa Timur yang menaungi STIKOSA-AWS, Imawan Mashuri, dalam sambutannya mengungkapkan, bekal wisudawan yang dimiliki saat ini baru lah bekal dasar.Ia pun menyebut istilah gaul prosesi sebagai ‘wisuda Stikosa-AWS zaman now’.
“Keyakinan kami, bekal wisudawan yang dimiliki saat ini adalah baru bekal dasar. Tapi Insya Allah dengan bekal itu akan bisa berkembang memasuki zaman now,” ujar Imawan.
Menurutnya, hampir semua wisudawan di perguruan tinggi dalam bidangnya masing-masing, sesungguhnya belum benar-benar bisa langsung tune-in di masyarakat. “Kita semua, terutama adik-adik wisudawan, masih harus terus belajar lagi, belajar di dunia nyata, dunia praktis,” lanjutnya. Imawan menekankan pentingnya para wisudawan menyikap perkembangan saat ini. “Sesungguhnya zaman sekarang ini memang era disruption,” terangnya.
Imawan mengatakan era disruption merupakan sebuah era terganggunya para incumbent. “Incumbent di sini adalah sesuatu yang established, yang keberadaannya diganggu sesuatu yaitu teknologi yang merupakan perkembangan milenial atau dengan kata lain teknologi telah mengantar pola manajemen baru yang disebut disruption,” ujar founder sebagian anak perusahaan Jawa Pos Group.
Dalam kesempatan yang sama, Suprawoto yang bertindak sebagai Pembina YPW Jatim, juga kembali mengingatkan hasil penelitian World Economic Forum. Disebutkan dalam penelitian, antara tahun 2015-2020, sebanyak 35 persen jenis pekerjaan di dunia akan hilang atau berubah akibat perkembangan media dan teknologi informasi.
Selain Suprawoto, juga hadir Widyo Winarso, sekretaris pelaksana Kopertis VII Jawa Timur, serta Amak Syarifudin, wartawan senior yang pernah jadi salah satu pengajar jurnalistik di Stikosa AWS.
Masih di tempat yang sama, Ari Agung Priyamba, Ketua Panitia, mengungkapkan, indeks pretasi kumulatif (IPK) tertinggi tetap diraih dari mahasiswa jurusan public relation. “Ini merupakan yang keenam kalinya berturut-turut,” ujar pria akrab disapa Ari tersebut.
Seperti diketahui Ilham Bahrsyah, wisudawan bidang peminatan public relation, meraih IPK tertinggi yakni 3,77. Sedangkan IPK tertinggi untuk peminatan jurnalistik diperoleh Fahmi Aziz dengan IPK 3,58 dan Ari Noer Rachmawati, peminatan broadcasting, dengan IPK 3,65.

Arie Noer Rachmawati

“Jurnalis Itu Profesi Keren Nan Membanggakan”
Lulus dari perguruan tinggi dengan menyandang gelar sebagai wisudawan terbaik serta meraih IPK tinggi merupakan dambaan setiap mahasiswa. Namun, untuk meraih itu semua, diperlukan kemauan keras dan disiplin yang tinggi. Apalagi bila beban kuliah tersebut harus ditambahi lagi dengan beban kerja yang dilakoninya paruh waktu.
Itulah yang dialami Arie Noer Rachmawati. Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa-AWS) yang dinobatkan menjado wisudawan terbaik di jurusan broadcasting.
Perempuan kelahiran Sidoarjo 27 September 1994 ini baru saja lulus dengan IPK 3,65.
Berbagai pekerjaan juga pernah dijalani sembari duduk di bangku kuliah. Seperti freelance writer, telemarketing, hingga mengajar les privat. Itu semua dilakukan demi bisa membantu orang tuanya untuk biaya kuliahnya.
“Saya terharu, tidak menyangka bisa meraih IPK tertinggi. Bagi para lulusan Stikosa-AWS 2017 mudah-mudahan setelah kuliah ini bisa dapat mewujudkan cita-citanya ataupun tujuan hidup masing-masing,” katanya di sela menutup sambutan Sidang Terbuka Senat Stikosa-AWS dan Wisuda Sarjana Ilmu Komunikasi di Dyandra Convention Center, Sabtu (9/12) kemarin.
Buah hati dari pasangan Imam Suhartono dan Khisabah memang memiliki keinginan kuat untuk menjadi jurnalis. Sejak duduk di bangku sekolah tingkat SMP, ia memang gemar membaca majalah. Dari situlah mulai muncul keinginannya bekerja di media dan memilih Stikosa-AWS sebagai tempat menimba ilmu. “Dari situ, saya tertarik untuk belajar ilmu komunikasi. Selama masa belajar pun banyak yang didapat, baik akademis maupun non akademis,” terangnya.
Ketertarikannya dalam jurnalistik memang dimulai sejak usia belasan tahun. Ia ingin terlibat dalam pembuatan majalah lantaran memang gemar menulis. “Menjadi jurnalis itu juga profesi yang keren dan sangat membanggakan,” tuturnya.
Dalam bidang akademis, sambung Arie, tengah getol belajar basic tentang jurnalistik, broadcasting, dan Public Relations (PR). Dari sekian mata kuliah yang ditempuh, ia mengaku senang dengan jurnalistik online, sinematografi dan periklanan. Bahkan ia terjun dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Surabaya Muda. Dimana, UKM tersebut telah mengerek mental, berpikir kritis hingga berkarya dalam sebuah tulisan.
“Banyak kenangan manis dan pahit di Surabaya Muda, terutama angkatan 2013. Sampai waktu wisuda kemarin, saya ditunjuk sebagai perwakilan wisudawan-wisudawati untuk memberikan sambutan. Saya tidak menyangka, kok saya dipilih?,” herannya.
Namun, tawaran tesebut langsung sigap diambilnya. Hal ini, menurutnya, sebuah kesempatan untuk menyampaikan kesan pesannya selama masa kuliah hingga telah dinyatakan lulus. “Kalau kita belajar sungguh-sungguh dan bertanggung jawab,insyaallah hasilnya akan baik,” ujarnya. [geh]

Tags: