Penutupan Lokalisasi Oleh Bupati Malang Disoal Ulama

????Kab Malang, Bhirawa
Penutupan tujuh tempat lokalisasi Pekerja Seks Komersial (PSK), yang tersebar di enam kecamatan, di wilayah Kabupaten Malang, yang dilakukan Bupati Malang H Rendra Kresna, pada Senin (24/11) kemarin, telah dipertanyakan sebagian warga kabupaten setempat. Pasalnya, jika tujuh lokalisasi itu ditutup bupati, berarti saat itu ada peresmian lokalisasi di Kabupaten Malang atau memang dilegalkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang.
“Sehingga dengan penutupan lokalisasi PSK dilakukan secara resmi oleh bupati, maka secara tidak langsung terkesan bahwa sebelumnya tujuh lokalisasi tersebut telah diresmikan oleh kepala daerah,” ujar salah satu ulama yang juga pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Babussalam, Desa Banjarejo, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang KH Thoriq Bin Ziyad (Gus Thoriq), Selasa (25/11), saat dihubungi Bhirawa melalui telepon selulernya.
Seharusnya, menurut dia, penutupan lokalisasi tidak dilakukan secara resmi, sehingga hal itu menimbulkan berbagai spekulasi masyarakat. Karena logikanya, ada pembukaan dan ada penutupan. Artinya, tujuh lokalisasi PSK tersebut sebelumnya telah dibuka secara resmi oleh penguasa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang. Ini telah dibuktikan, bahwa Bupati Malang H Rendra Kresna secara resmi menutup lokalisasi PSK.
Gus Thoriq menegaskan, jika penutupan lokalisasi yang dilakukan bupati itu, terkesan dipaksakan, karena dia membawa misi khusus yakni melakukan pencitraan untuk 2015 mendatang, yaitu dia akan kembali mencalonkan Bupati Malang Periode 2015-2010.
“Tapi yang perlu ditegaskan bukan masalah penutupan lokalisasi, namun yang utama adalah pendidikan moral. Jika masyarakat Kabupaten Malang sudah tertanam pendidikan moral, meski ada seribu lokalisasi, masyarakat kemungkinan kecil tidak tergoda untuk melakukan seks bebas di tempat lokalisasi PSK,” ujarnya.
Masalah moral, lanjut dia, jangan digiring masuk dalam rana politik, karena bila itu terjadi, maka bupati/wali kota hanya melakukan life service saja pada masyarakat. Sebab, dia tidak benar-benar melakukan kebijakan yang berpihak pada rakyat, namun berpihak pada kepentingan politik.
“Selain itu dirinya juga sangat prihatin pada penguasa Kabupaten Malang saat ini, karena masyarakat kabupaten saat ini selalu diajak pesta dan berhura-hura, serta diajak berjoget di tengah jalan raya, seperti diskotik jalanan. Sehingga hal itu telah berpotensi merubah moral dan perilaku masyarakat Kabupaten Malang,” kata Gus Thoriq.
Sebab, jelas dia, di Kabupaten Malang ini lagi trend karnaval, sehingga dalam karnaval tersebut, masyarakat disuruh joget layaknya diskotik, serta berdandan yang keluar dari adat ketimuran. Selain itu juga dalam pesta karnaval, tentunya telah mengganggu perjalanan masyarakat, karena jalan raya ditutup total.
Secara terpisah, Bupati Malang H Rendra Kresna mengatakan, Pemkab Malang melakukan penutupan tujuh lokalisasi PSKĀ  ilegal itu, sebenarnya sudah direncanakan sejak tahun 2004. Namun, dalam sekian tahun itu pihaknya telah melakukan persiapan-persiapan, agar proses penutupan lokalisasi berlangsung damai. “Persiapan yang kita lakukan itu, di antaranya mempersiapkan pada PSK dengan memberikan pelatihan keterampilan dan pembekalan rohani,” tuturnya.
Karena, lanjut dia, hampir seluruh PSK itu menginginkan hidup normal seperti masyarakat pada umumnya, sehingga mereka dibekali kentrampilan. “Penutupan tujuh lokalisasi yang sempat kita tutup secara resmi itu, bukan berarti bupati terdahulu membuka lokalisasi secara resmi. Namun penutupan secara resmi karena berdasar pada segi keamanan dan agar berlangsung damai. Biarlah eks lokalisasi yang tersebar di enam kecamatan menjadi cerita saja, dan mari bersama-sama membangun Kabupaten Malang dengan baik, tanpa praktik prostitusi,” tandasnya. [cyn]

Keterangan Foto : Bupati Malang H Rendra Kresna saat memasang stiker penutupan secara resmi lokalisasi PSK dengan secara simbolis di lokalisasi Girun, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang, kemarin. [cyn/Bhirawa]

Tags: