Puisi – puisi Lalik Kongkar

Oleh :
Lalik Kongkar

Magnet Rindu

Gerimis menyapaku sore ini
Membawa sebungkus rindu yang masih baru
Dari siapa? Mungkinkah kamu?
Aku tak pernah meminta untuk merindumu

Tapi hujan mengirim pesan rindu darimu
Aku bisa melihatmu, berada didepanmu
Bahkan dalam jarak yang sangat dekat
Tapi kita seperti tak saling kenal, aneh ya
Gravitasi kita tak lagi menyatu seperti dulu

Menghilang bersama waktu
Dan rasanya seperti magnet
Menarik rindu saat dipisahkan jarak
Maka rasa itu akan selalu ku sebut “Magnet Rindu”

Aku, Sepi dan Malam

Aku ingin menyatu dengan malam
Mengizinkan dingin menusuk hingga ketulang
Merasakan sejuk sisa tetesan hujan di tengah kemarau
Terlebih jika langit meneteskannya kembali
Membasahi raga ini
Meredam jerit hati

Dan membuat bulir air mata ini luluh bersamanya
Hingga ragaku lemah dan tersungkur di tengah gemuruh dalam sukma
Berbalut dekapan hangat Tuhan yang mengantarku dalam keteduhan
Hingga esok tubuhku telah menjelma jadi embun pagi
Yang menets indah seolah tak ada luka yang merajai

Senja di Mama Kota

Bias cahaya merah menyelimuti soreku
Menghantar terang kepada gelap
Kala itu langkah kaki terayun
Lelah mengejarmu yang semakin menghilang

Perjalanan pilu ini
Menghantar satu kisah pada ruang hampa
Mengiringi kepergianmu dengan seribu kisah

Rindu di Sudut Malam

Malam sunyi mencekam
Menyayat daging hingga mengerang
Menjerit hingga suara terbang putus
Inikah rindu

Rindu terkadang amat menyakitkan
Meremukkan hati hingga debu
Meniupkan belati yang tertancap asmara
Sakit di ujung rasa

Tuhan tawanlah rasa rindu ini
Kurung ia di sudut jeruji
Ajari ia cara bersabar dan bertahan
Agar ia tidak memakanku perlahan

Senyum Indah

Senyum indah itu tergambar jelas
Jelas dalam bayangan pilu sang perindu
Bayangan yang selalu hadir
Hadir dalam ratapan pengharapan
Disetiap launtunan doa-doa

Doa-doa malam menjadi syair
Syair syahdu mengundang tetesan
Dalam hati menjerit tangis
Dari kisah yang belum terbalaskan
Namun ku sadari bahwa cakrawala masih tersenyum

Menghitung Rindu

Aku suka duduk di atap rumah
Disepertiga malam yang lingsir
Sambil menghitung bintang kita
Yang hasilnya selalu berupa tanya

Seperti rindu yang tak terkalkulasi
Karena tak satu kalkulator manapun sanggup menghitungnya
Semesterius itulah rinduku, kekasih
Bagiku, apapun itu tak pernah sia-sia seperti mencarimu dalam gelap

Meski aku tak meyakini cinta dalam buta
Seperti apa warna bayangmu
Yamg ku ingat hanya jingga dimatamu yang menyipit

Dirundung Rindu

Angin bertiup kencang ke arahku
Kebasan angin menusuk tubuhku
Merasakan sejuknya yang mencekam
Mengiringi setiap langkahku ini

Gemercik dedaunan mulai berirama
Namun alunan nada sendu terdengar
Alunan nada ini melukai batinku
Semakin lama membuatku sakit

Kini aku dirundung rindu
Terserat dalam rindu yang tak berujung
Tenggelam dalam laut tak bertepi
Menyudutkan dalam tangisan luka

Rindu kepadamu membuatku resah
Namun ku tak mau dijajah rasa rindu
Membawa setiap kecewa dan luka
Luka yang telah menghancurkan

———— *** ———–

Tentang Penulis :
Lalik Kongkar
Pemerhati Pembangunan Desa Minat Kajian Politik Sastra dan Filsafat.

Rate this article!
Tags: