Tolak Aturan PPN 10%, Ratusan Petani Tebu Demo

Truk pengangkut tebu petani Kabupaten Malang saat melakukan aksi mogok, di depan PG Kebonagung, Desa Kebonagung, Kec Pakisaji, Kab Malang

Jombang, Bhirawa
Petani tebu yang tergabung di Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia(APTRI) melakukan unjuk rasa di berbagai pusat industri tebu di Jatim. Dalam aksi demo  dengan membariskan truk pengangkut tebu ini para petani tebu menuntut pemerintah pusat membatalkan aturan pengenaan PPN 10 persen atas pembelian gula yang dibebankan pada petani.
APTRI sendiri berencana  akan menyampaikan keluhan petani tebu terkait PPN 10 persen dan peredaran gula Rafinasi ke  Presiden RI pada 28 Agustus 2018 mendatang.
Di Jombang , aksi mogok armada truk muatan tebu dilakukan di depan  PG Tjoekir Jombang  , meski hanya berjalan setengah jam dari rencana awal dimulai pukul 08.00 sampai 15.00. Mereka mengancam tidak akan mengirim tebu ke pabrik gula jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.
Meskipun singkat, beberapa tuntutan petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) Arta Rosan Hijari, Jombang tetap menyampaikan tuntutan mereka kepada pemerintah. “Kita bariskan truck, supaya para penguasa yang dulu pernah kita pilih bisa bertindak adil. Sebetulnya tuntutan kita simpel. Gula kristal putih hasil dari olah rafinasi supaya sesuai ketentuan awal tidak untuk konsumsi, hanya untuk kepentingan industri. Tapi sekarang gula tersebut beredar di pasaran,”ungkap Kholid Makarim, Ketua APTRI Arta Rosan Hijari, Kamis (24/8).
APTRI Jombang sendiri , lanjut  Arta Rosan Hijari saat ini memiliki anggota 600 orang dengan luasan sekitar 3.000-3.500 hektar yang 90  persen panennya tiap tahun dipasok ke Pabrik Gula Tjoekir, Jombang.
Menurut salah satu petani tebu, Kholid Makarim, akibat dari di jualnya gula kristal putih di pasaran, petani menjadi sulit memasarkan gula hasil panennya. Tak hanya itu, APTRI juga meminta   pemerintah tidak memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pembelian gula yang dibebankan kepada petani sebesar 10 persen.
“PPN itu jangan dikenakan ke petani, Menteri yang bersangkutan pernah menjawab, petani tidak dikenakan PPN, tetapi gulanya terhutang PPN. Akibatnya, pedagang tidak berani membeli gula petani dengan harga pasar. Dan ini sudah menimbulkan sentimen negatif yang luar biasa,”tandas Kholid.
Masih menurut Kholid, pemberlakuan PPN sebesar 10 persen dari HET yang dibebankan kepada petani berakibat turunnya harga gula petani hingga seharga 9.000 per kilogram, harga itu belum lagi dipotong PPN sebesar 10 persen.
Selain kedua tuntutan tersebut, APTR juga meminta menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET) gula yang sekarang pada level 12. 500 rupiah per kilogram menjadi 14.000 rupiah per kilogram.
“Untuk HET mbok ya jangan 12. 500. Saya kira, 14.000 per kilo sudah cukup (layak), sebenarnya kalaupun tidak dinaikkan tidak apa-apa, tapi pabrik gula mbok di remajakan, agar bisa bersaing dengan industri gula Thailand dan yang lain,”bebernya.
Petani tebu yang lain, Muhajir mengatakan kepada wartawan, mereka tidak akan mengirim tebu hasil panen petani jika tuntutan mereka tidak dipenuhi pemerintah. “Ini kami juga mogok sementara. Kami tidak akan mengirim tebu ke pabrik kalau tuntutan kami tidak dipenuhi. Kami juga tidak akan menebang tebu,”pungkas Muhajir.
Pada tataran analisa usaha tebu, menurut hitungan petani, modal untuk mencetak gula seberat satu kilogram membutuhkan biaya produksi sebesar 10.500 rupiah, sedangkan harga jual riil gula yang diterima petani sebesar kurang lebih 9.000 rupiah per kilogram.
Sementara di kabupaten Malang, ratusan truk pengangkut tebu petani melakukan aksi tutup jalan di wilayah Jalan Raya Kebonagung, yang tepatnya di depan Pabrik Gula (PG) Kebonagung, Desa Kebonagung, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang. Sedangkan aksi truk tersebut membuat kemacetan kendaraan yang cukup panjang.
Dan aksi yang dilakukan petani tebu ini, diprakasai petani tebu yang tergabung dalam Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Kabupaten Malang. Hal ini juga sebagai aksi pemanasan untuk aksi unjukrasa besar-besaran, pada 28 Agustus 2017 mendatang di Jakarta.
“Jumlah truk pengangkut tebu petani yang kita suruh mogok dan tidak masuk ke lokasi penggelingan tebu di PG Kebonagung, yakni sebanyak 300 truk. Dan aksi mogok truk pengangkut tebu hanya berlangsung dua jam,” ungkap Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) APTRI Wilayah Kerja Kabupaten Malang Dwi Irianto, Kamis (24/8), usai menggelar aksi di PG Kebonagung, Desa Kebonagung, Kec Pakisaji, Kab Malang.
Menurutnya, aksi mogok truk tebu milik petani tebu Kabupaten Malang, ini sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan pemerintah terkait rencana pemberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen gula petani. Sehingga dengan adan ya pemberlakukan PPN tersebut, maka petani tebu telah di zalimi. Dan meski ada informasi jika pemerintah telah membatalkan rencana pemberlakuan PPN 10 persen gula petani, namun hal itu tidak membuat petani tebu tenang.
Dwi juga mengaku, pembatalan kebijakan pemerintah mengenai PPN 10 persen gula petani diperkuat dengan Surat Edaran (SE) dari Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak dan Surat Keputusan (SK) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), tapi petani tebu di wilayah Kabupaten Malang masih ragu. Karena pembatalan PPN itu hingga kini masih belum ada pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkum HAM).
“Kami dan petani tebu yang lainnya telah berjuang agar ditiadakan kebijakan PPN 10 persen gula petani, yakni sejak bulan Juni 2017. Sehingga sebelum pemerintah membatalkan secara resmi melalui media cetak, elektronik, dan online, dirinya masih belum bisa tenang,” tuturnya.
Hal yang sama juga dikatakan, petani tebu asal Desa Gedangan, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang Suharyono, sejak pemerintah akan memberlakukan kebijakan PPN 10 persen terhadap gula petani, maka para petani tebu sangat resah. Karena selama ini, petani tebu di wilayah Kabupaten Malang tidak pernah mendapatkan keuntungan yang besar. Bahkan, rata-rata pihak pabrik gula memainkan dengan rendemen, sehingga petani hanya mendapatkan 5-6 persen.
Padahal, lanjut dia, tanaman tebu di wilayah Kabupaten Malang lebih baik kualitasnya, jika dibandingkan dengan daerah lain. Dan jika PPN 10 persen itu diberlakukan, maka selesai sudah riwayat petani tebu. “Untuk itu, pemerintah harus mencabut kebijakan PPN gula petani tersebut. Karena petani tebu sering mengalami kerugian, selain kerugian di dalam penetapan rendemen, biaya operasional dan hasil panen tebu kadang tidak seimbang,” ungkapnya
Sedangkan di Kediri ratusan truk tebu terparkir memanjang, sopir truk gelar aksi boikot masuk ke dalam pabrik gula, Kamis (24/8). Mereka menuntut PPN sebesar 10 persen bagi petani tebu yang ditetapkan pemerintah agar dihapus, karena dinilai pajak tersebut sangat memberatkan bagi mereka
Dikatakan Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) PG Pesantren Kota Kediri, Suprayitno, ada beberapa tuntutan para petani tebu dalam aksi tersebut. Dalam tuntutan itu yang menjadi prioritas utama yakni pada penarapan PPN sebesar 10 persen.
“Selain pajak yang menjadi beban, kita juga di sengsarakan dengan berdarnya gula import di pasaran,” ujarnya.
Ia menambahkan, aksi para sopir truk ini merupakan awal dari tahapan aksi secara nasional ke Istana Negara. Pasalnya, petani tebu mengeluhkan pemberlakuan pajak gula 10 persen yang berimbas pada penerunan pendapatan mereka.
“Penerapan pajak gula 10 persen berdampak luas bagi industri gula hingga ke tingkat petani. Sopir truk pemuat tebu pun terkena imbasnya. Sebab, pendapatan para petani menurun,” ungkap Suprayitno.
Terpisah, Anwar yang juga Ketua APTR PG Mrican mengaku, aksi mogok ini harus segera mendapatkan respon dari pemerintah. Sebab, bila aksi terus berlangsung bisa mengganggu kegiatan produksi gula di pabrik. Seperti hari ini saja, pasokan tebu ke PG Mrican yang biasanya 500-600 truk perhari, sempat tersendat hingga 100 truk dalam waktu 2 jam.
Ratusan sopir melakukan aksinya di empat titik jalan. Di PG Pesantren sebanyak 300 sopir tebu melakukan aksi mogok di jalan Tugurejo. Sedangkan di PG Mrican, sebanyak 100 para sopir tebu melakukan aksinya di tiga tempat yakni di jalan Mrican-Nganjuk, jalan raya Jabon dan Jalan Mayor Bismo Semampir.
Usai melakukan aksi mogok sekitar dua jam, para sopir kembali menuju pabrik untuk beroperasi kembali. Disamping itu, para petani juga menunggu hasil pertemuan di Istana Negara bersama Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan
Diketahui sedikitnya  400 truk pengangkut tebu dari petani tebu PG Pesantren dan PG Mrican melakukan aksinya itu .Aksi protes ini  dilakukan sekitar pukul 09.00 hingga 11.00 WIB ratusan sopir truk yang juga terdampak dengan kebijakan itu, berorasi di sepanjang jalan menuju pabrik gula. [rif,cyn,van]

Tags: