Hentikan TPPO dengan Menindak Tegas Pengirim PMI Non Prosedural

Dialektika demokrasi bertajuk “Upaya Pemerintah dan DPR RI Lindungi Pekerja Migran dari Kasus Kekerasan”, di Gedung DPR RI Jakarta, Rabu siang (15/6).

strong>
Jakarta, Bhirawa.
Maraknya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dewasa ini, menurut Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Dr. Kurniasih Mufidayati (PKS), tidak terlepas dari adanya celah celah pengawasan terhadap perekrut dan pengirim calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. Sehingga tindak kekerasan yang sering menimpa Pekerja MIgran Indonesia (PMI), sulit terpantau dan diatasi. 
   
“Hemat saya, tindak kekerasan terhadap PMI, sering terkait dengan kekurang trampilan PMI, dalam melakukan pekerjaan nya. Terkait hal ini, sangat penting dan perlu melengkapi TKI dengan ketrampilan sebelum bekerja. Pemerintah harus menindak tegas pada pengirim PMI illegal dan PJTKI nakal, yang secara sembunyi sembunyi memberangkatkan PMI, diluar prosedur,” papar Kurninasih dalam dialektika demokrasi bertajuk “Upaya Pemerintah dan DPR RI Lindungi Pekerja Migran dari Kasus Kekerasan”, Rabu siang (15/6). Nara sumber lain, anggota Komisi IX Luluk Nurhanida (PKB), Kepala BP2MI Benny Ramdhani, Komisioner Komnas HAM Anies Hidayah.

Kurniasih menekankan perlunya kehadiran negara untuk menolong PMI dari tindak kekerasan dan penindasan, tentunya dibantu para stakeholder yang terlibat. Pemerintah harus melakukan penguatan dan memonitoring pengiriman PMI, agar pemberangkatan sesuai prosedur. BP2MI punya tugas untuk mempersiapkan calon PMI yang ber-ketrampilan sebelum berangkat.

“Komisi IX mensuport upaya peningkatan perlindungan pada PMI dari tindak kekerasan dan penipuan. Harus ada terobosan yang dilakukan pemerintah untuk itu,” tegas Kurniasih.

Anies Hidayah menyebutkan, akar masalah TPPO ini adalah kemiskinan, ketimpangan, minim nya ketrampilan, indek pembangunan manusia yang rendah, dll. Jadi yang sangat perlu dilakukan sekarang adalah memerangi kemiskinan, meningkatkan kesehatan masyarakat serta pembekalan ketrampilan. 
“Sebenarnya TPPO ini sudah sejak dulu ada, perbudakan itu contohnya. Tetapi masyarakat dunia baru menyatakan pada Konvensi TPPO pada tahun 2000-an. Melalui Palirmo Protokol, kemudian Indonesia menyusul pada tahun 2007 lalu. Yakni dengan mulai dari meratifikasi dan membuat UU,” ungkap Anies Hidayah.

Disebutkan, di Indonesia TPPO dimulai ketika migrasi atau penempatan warga keluar negeri, waktu industrialisasi di jaman Orde Baru. Jadi bukan karena PBB menetapkan Palirmo Protokol. Pada tahun 1970 kebijakan masa itu melalui Permenaker pada jaman Menaker Sudomo.

“Saya berharap para penegak hukum menangkap aktor intelektual nya problem TPPO ini. Mungkin bisa dilakukan melalui TPPU, Tindak Pidana Pencucian Uang. Dimana aliran keuntungan TPPO itu mengalir ke personal ataupun lembaga,” saran Anies Hidayah. (ira.hel).

Tags: