Jaksa KPK Tuntut Empat Tahun Penjara Terdakwa Eks Wakil Ketua DPRD Tulungagung

Sidang online perkara dugaan suap ketok palu APBD/APBD-P Tulungagung di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Sidang Perkara Dugaan Suap ‘Ketok Palu’ APBD/APBD-P Tulungagung

Tipikor, Bhirawa
Sidang perkara dugaan suap ketok palu APBD dan APBD-P Tulungagung kembali digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (28/3). Sidang kali ini mengagendakan pembacaan tuntutan terhadap tiga terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pembacaan tuntutan oleh Jaksa Andy Bernard ini dilakukan terhadap tiga terdakwa mantan Wakil Ketua DPRD Tulungagung sekaligus Wakil Ketua Anggaran periode 2014-2019. Ketiganya adalah Adib Makarim, Agus Budiarto dan Imam Kambali.
Oleh Andy, ketiga terdakwa dituntut 4 tahun penjara. Pada sidang yang digelar secara terpisah dan online ini, Jaksa Andy menilai ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b tentang tindak pidana korupsi.
“Dengan ini terdakwa atas nama Adib Makarim, Agus Budiarto, dan Imam Kambali dituntut 4 tahun penjara,” kata Jaksa Andy Bernard dalam surat tuntutannya.
Tak hanya hukuman badan, Andy juga mewajibkan para terdakwa membayar uang pengganti. Untuk terdakwa Adib Makarim harus mengembalikan uang pengganti sebesar Rp284 juta. Jika tidak dibayarkan maka harta milik terdakwa akan disita sesuai dengan uang pengganti. Serta menjalani hukuman pidana penjara selama 6 bulan penjara.
Sedangkan Agus Budiarto, sambung Andy, harus membayar uang pengganti sebesar Rp349 juta. Jika tidak dibayarkan akan menjalani hukuman pidana 1 tahun penjara. Sementara untuk Imam Kambali, Jaksa mewajibkan terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 497.600.000, jika tidak dibayarkan akan menjalani pidana penjara selama 1,5 tahun penjara.
Setelah mendengarkan surat tuntutan dari JPU KPK, Ketua Majelis Hakim Tipikor, Darwanto meminta ketiga terdakwa membacakan pembelaan pada Selasa (4/4/2023). “Terdakwa bisa membuat sendiri atau dibuatkan oleh penasehat hukumnya,” ucapnya.
Usai sidang, Andy Bernard menjelaskan, ketiganya dituntut sama karena dalam fakta persidangan Jaksa menilai ketiganya mendapatkan gratifikasi atau suap dalam pokok pikiran (Pokir) DPRD Tulungagung terkait Pengesahan APBD dan APBD Perubahan Tulungagung. “Saat dipersidangan ketiganya membantah namun saat pembuktian itu bukan gratifikasi Pokir yang mereka terima, namun terdakwa tidak bisa membuktikan,” pungkasnya.
Diketahui, kasus ini bermula pada September 2014, Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung Supriyono bersama dengan Agus Budiarto, Adib Makarim dan Imam Kambali melakukan rapat pembahasan RAPBD Tahun Anggaran 2015 di mana dalam pembahasan tersebut terjadi “deadlock” dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemkab Tulungagung.
Akibat “deadlock” tersebut, Supriyono bersama Aagus Budiarto, Aadib Makarim dan Imam Kambali bertemu dengan perwakilan TAPD. Dalam pertemuan tersebut diduga Supriyono dan ketiga orang ini berinisiatif untuk meminta sejumlah uang agar proses pengesahan RAPBD TA 2015 menjadi APBD dapat segera disahkan dengan istilah uang “ketok palu”.
KPK menduga nomimal permintaan uang “ketok palu” yang diminta Supriyono bersama ketiga orang mantan Wakil Ketua DPRD Tulungagung tersebut senilai Rp1 miliar dan selanjutnya perwakilan TAPD menyampaikan pada Bupati Tulungagung Syahri Mulyo yang selanjutnya disetujui.
Selain uang “ketok palu”, KPK menduga ada permintaan tambahan uang lain sebagai jatah banggar yang nilai nominalnya disesuaikan dengan jabatan para anggota DPRD. Penyerahan uang diduga dilakukan secara tunai dan bertempat di Gedung DPRD Kabupaten Tulungagung yang berlangsung dari tahun 2014-2018.
Diduga ada beberapa kegiatan yang diminta IK sebagai perwakilan Supriyono, AM, dan AB untuk dilakukan pemberian uang dari Syahri Mulyo, di antaranya saat pengesahan penyusunan APBD murni maupun penyusunan perubahan APBD. KPK menduga para tersangka masing-masing menerima uang “ketok palu” sekitar Rp230 juta. [bed.iib]

Tags: